Dampak Tulisan dan Media Massa (bagian 6)

Peradaban: Maju atau Mundurkah?

Masih ingat kasus yang saya sebut tentang kesulitan mengajar pelajar / mahasiswa yang datang dari budaya lisan? Mereka mengalami kesukaran mengikuti alur linear-rasional, menangkap arti, menganalisis, lebih lagi mengkritisi tulisan. Bagaimana bila Anda introspeksi kapasitas konsentrasi, membaca, menangkap poin-poin yang diutarakan dalam sebuah tulisan. Beberapa tahun terakhir ini gairah dan kesanggupan Anda membaca meningkat atau menurun? Anda masih enjoy membaca Al-Kitab dan dengan sengaja mengkhususkan waktu untuk merenung dan jauh dari gangguan, atau kini lebih mengandalkan Al-Gawai (maksud saya Alkitab dalam hape) yang dari waktu ke waktu memungkinkan Anda bisa pindah-pindah fokus ke FB, WA, IG dlsb? Apakah daya nalar Anda meningkat atau menurun sejak akrab memakai media-media elektronik? Apakah niat dan fokus Anda waktu berSaTe, beribadah di gereka sekuat sebelum Anda terbiasa bergawai-ria? Perhatikan juga fashion masa kini. Dari era primitif orang hanya memakai cawat sampai ke era modern orang mengenal busana lengkap kini kembali kecenderungan berpakaian seenaknya dan dengan tidak segan memperlihatkan bagian-bagian tubuh dan tatoo dll. Pemimpin ibadah gerejawi dari memakai jubah ke jas kini memakai jeans robek, Tshirt dipakai penyanyi panggung bahkan pengkhotbah. Maju-mundurkah peradaban luar dan budaya gerejawi kekinian? Bagaimana kita menilai kecenderungan eksploitasi badan(i) dan alam(i) pada kebudayaan kekinian luar dan dalam gereja?

Lebih jauh lagi kita kini hidup dalam pergeseran peradaban / kebudayaan dari barat ke timur. Kecenderungan media elektronik makin terkoneksi dengan otak kanan dengan memakai citra-citra pada intinya membuat kapasitas otak kiri kita – kognitif, linear-rasional, kritis analitis menjadi terabaikan. Arus perpalingan dari modern ke postmodern, dari barat ke timur didorong kuat oleh media elektrinik yang makin mengeksploitasi citra daripada teks linear-rasional. Kebudayaan religius timur sangat majemuk bahkan menganggap bahwa kebenaran sejati itu melampaui pola pikir antithetikal – benar / salah – jadi kebenaran sejati total berada di luar lingkup nalar. Dalam konteks gerejawi kini kita menyaksikan pola ibadah yang makin ke arah Ortodoks Timur / Katolik abad pertengahan yang banyak memakai ikon dan berpusat pada sakramen. Maka ada makin banyak gereja yang di tengah pujian dan khotbah menayangkan gambar-gambar di layar seperti teater, dan sakramen Perjamuan Kudus kembali diadakan lebih sering dan dengan penghayatan lebih realis-mistis ketimbang gereja-gereja yang menjadikan PK simbol dan peringatan historis saja.

Teologi pun bergeser. Apabila Reformasi lebih berfokus pada Paulus dan teologi sistematika praktis muncul seiring diperkenalkannya media cetak dengan dampak linear-rasionalnya, kini narasi Injil, pola pemikiran sirkular realis dari Petrus, Yakobus, Yohanes makin dijadikan pendekatan para teolog masa kini. Teologi sistematika dengan ciri penyusunan teologi yang sistematik, linear, rasional dan penyusunan kategori-klasifikasi mengikuti pola pikir budaya modern. Selain makin menyukai pendekatan naratif dan mengakui esensi misteri, juga itu dimanifestasikan dalam liturgi yang makin menekankan penyembahan ketimbang khotbah penjelasan arti isi Alkitab. (Terlepas dari masalah bahwa penyembahan pun kini mengerdil ke praktik menyanyi semata dan dengan penghayatan teologis dangkal cenderung emosional men-centered dan Tuhan diposisikan sebagai pemberi manfaat. Bahkan ada “ibadah” yang hanya musik elektronik. Silakan Anda cek youtube – the electro house of worship).

Saya pikir sebagian pergeseran ini dapat kita sikapi dengan syukur dan keterbukaan. Dengan membuka diri kepada realisme otak kanan kita boleh menimba aspek-aspek iman, Injil, dan kegerejaan yang terkubur dalam pengaruh peradaban modern,.Tetapi harus juga kita sadari dampak tidak diinginkan dari pergeseran ke media digital peradaban postmodern, posttruth, eksploitasi badani / alami, barat ke timur, misteri-mistis ini. Pada akhirnya jangan dibiarkan penjajahan linear-rasional modern didepak lalu tuan baru emosional-intuitif kita biarkan mendikte kita. Juga dalam teologi, pewartaan firman, penataan ibadah jangan karena lebih menekankan yang sakramental lalu kita menghilangkan yang evangelikal (pewartaan firman model eksposisi Paulus). Apabila Allah mencipta otak yang lengkap itu kiri-dan-kanan, dan Ia sendiri memberikan wahyu dalam bentuk visi-audio-drama-penjelasan-profetis-apokaliptik-inkarnasional, maka iman, Injil, kepemimpinan Kristen dan kehidupan kegerejaan kita pun harus holistik dan komprehensif sepenuh-penuhnya.

Be the first to comment

Leave a Reply